Manajemen kecewa nabi zakaria

Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti? (QS. Al-An'am: 32)

Untaian kalimat Allah, yang cukup mencekik pikiran dan perencanaan matang kita tentang hidup di dunia, 
Nyatanya sungguh apa apa yg kita lakukan saat ini, hanya sebatas hal yg fana, sehingga sungguh merugi jika kita mencintai apa apa yg ada di dalamnya melebihi cinta kita kepada Allah dan RasulNya. 

Allahuakbar, 
Alhamdulillah dalam perjalanan hidup yg belum tahu pasti ujungnya, Allah hadirkan dalam hidup saya pelajaran pelajaran berarti, termasuk perihal tentang kecewa. 
Beberapa tahun yg silam, ummi di diagnosa kerusakan ginjal sebab hipertensi, beliau juga sempat mengalami masa kritis, namun dengan izin Allah, ummi berhasil selamat dari masa masa itu.
ummi adalah salah satu orang tersabar yg pernah saya temui, ujian ummi diantaranya adalah kehadiran anak ketiga dalam keluarga kami, yg bernama fathan mubina, 
kehadiran aa (panggilan keluarga kami untuk fathan), benar-benar merubah 180 derajat keadaan kami, aa di diagnosis autisme berat, jika ada autisme yg memiliki IQ superior, untuk kasus adik saya justru kebalikannya, IQ dibawah rata rata bahkan termasuk sangat rendah, secara fisik pertumbuhannya bagus, namun kemampuan otak, berkomunikasi dgn orang lain benar benar belum mampu.
Alhamdulillah walau dalam keadaan seperti itu, Allah terus memberi kami semua ruang untuk belajar, walau kadang tak bisa kami nafikan, kesabaran kami kadang benar benar terkuras dan perlu kembali di isi. 

Termasuk momentum liburan kali ini, kami mencoba bekerja sama menjaga aa, mulai dari memandikan, menyuapi, menjaga dia, apalagi jika sudah emosi, sulit di kontrol bahkan kadang mencelakai diri sendiri dan orang lain, hampir mayoritas dari kami, bahkan ummi abi, semua punya bekas cakaran dari aa fathan. 
Namun dibalik itu semua, keyakinan yg ummi abi tanamkan kepada kami, bahwa ada kepastian syurga dari karakternya fathan, yaitu bebas taklif. 
Maka bagi yg bersabar menghadapinya semoga bisa menjadikan sarana pemberat amalan kami ke syurga, sebagaimana nama yg diberikan abi untuk aa, yaitu "Fathan mubina" yang artinya kemenangan yg nyata, barangsiapa yang bersabar menghadapinya, insya Allah akan menjumpai kemenangan yang nyata.

Kembali tentang ujian yang Allah berikan kepada kami, selain spesialnya aa fathan adalah sakitnya ummi. 
Salah satu peristiwa liburan kali ini yang tak bisa saya lupakan adalah ketika penyakit ummi kambuh di depan mata saya, karena sebelumnya ketika 2 tahun lalu ummi sempat masuk ICU, keadaan saya saat itu di Mesir, jadi tidak pernah terbayang bagaimana ekspresi ummi yg kesakitan kala itu. 

Saat itu dalam perjalanan menuju Taman Safari, kami sekeluarga sudah dari semalam menyambut dengan euphoria yg luar biasa, tak dipungkiri ummi abi pun begitu. 
Namun ketika masih awal perjalanan, tiba tiba ummi yg duduk di sebelahku berkata, "teh ummi panas dingin, kecilin AC nya boleh?", Sontak disitu kami semua mulai tidak tenang, namun lain dengan ummi yg tetap keukeuh, kalau beliau baik baik saja, dan rencana ke taman Safari harus tetap dilanjutkan. 

Di tengah ummi yg sepanjang tidur terlelap, tiba tiba badan ummi bergetar dahsyat, semua anak anak di dalam mobil kelimpungan dengan keadaan ummi, 
"Ummi kalau sesak balik aja mii, kita gak apa apa, kita balik mi ke rumah sakit", seruan adik adik saya kepada ummi. 
Ummi tetap menggeleng, "Ummi gak apa apa, insya Allah ummi kuat".
Aku tahu persis, apa yg dipikirkan ummi, ummi yang rela menahan rasa sakitnya, karena takut anak anaknya akan sedih, karena tidak jadi pergi ke Taman Safari, disini kujadi paham betul definisi kasih ibu memang benar benar dahsyat.
 Rela menahan sakit, bahkan sesak nafas yang beresiko berat, demi melihat anak anaknya bahagia. 

Hingga di tengah kemacetan mobil menuju puncak yg benar benar luar biasa, badan ummi kembali bergetar kencang, abi langsung menanyakan kembali, 
"ummi sesak? kita keluar ya mii, kita cari udara dulu, anak anak insya Allah aman di mobil."
Hingga akhirnya di tengah kemacetan yang membuat mobil tidak bisa bergerak, abi keluar membawa ummi yg sudah lemas tak berdaya, aku yang menyaksikannya tak bisa menahan tangis, bersyukur Allah beri aku adik adik yg kuat dan pantang menangis, sehingga aku hanya repot dengan menyelesaikan air mataku. 
Dari jendela sambil memegangi aa fathan, aku lihat abi menuntun ummi ke sisi jalan, di dudukan ummi oleh abi di sebuah warung, abi duduk bersimpuh di hadapan ummi sambil mengucapkan sesuatu kepada ummi yg masih kelihatan susah nafas, sungguh pemandangan yg sulit dilupakan bagiku.

Mata dan raut wajah adik adik tampak khawatir, hingga khansa (anak kedua dalam keluarga kami) melontarkan pertanyaan, "teh, kenapa ya justru ketika kita agamis, malah Allah uji banyak banget, sedangkan orang yang sholat pun kadang engga, mereka hidupnya enak enak aja, kenapa Allah gini banget ya teh, kita jarang jalan jalan, sekalinya jalan jalan selalu Allah kasih ujian.."
Pertanyaan yang terlampau jujur, mungkin mewakili suara hatiku sedari punya adik berkebutuhan khusus. 

Air mataku mengalir kembali, bahkan mungkin hatiku ingin menanyakan hal yg sama kepada Allah, namun akhirnya kucoba mengatakan kepada adik adik sambil memantapkan keyakinan pada diri sendiri, 
"Jangan pernah bilang kayak gitu caa, Allah milih kita karena Allah tahu kita mampu, ummi adalah orang terpilih yg Allah uji dengan aa fathan dan penyakitnya, teteh udah bisa lihat syurga dari kesabaran ummi, begitu juga kita caa, kita dipilih Allah biar naik level terus".
Percakapan di mobil ketika menunggu ummi abi, yg dipenuhi dengan derai air mata. 

Ketika sudah sampai rumah, pertanyaan khansa terus terngiang di benakku, 
"Apa benar aku tidak kecewa sama Allah sampai dengan sok alimnya, menasehati khansa soal penerimaan takdir."
"Apa benar aku akan baik baik saja, dan bisa terus menapaki hidup dengan tanggungjawab sebesar ini."

Dalam beberapa hari mengingat ummi yang masih terbaring lemas, jiwaku mulai sedikit kacau, namun di samping itu, alhamdulillah adik adik semua bisa diajak bekerja sama dalam menjaga aa fathan, aku sampai terharu betul, masya Allah diberikan adik adik sesolid dan se suportif ini, walau tipe kami berbeda beda, namun ketika perihal keluarga yang jadi taruhannya, semua pasang badan, bahkan anak bungsu keluarga kamipun seperti itu. 

Di lain sisi, dalam beberapa hari juga, aku terus mencoba mencari jawaban atas pikiranku, "apa benar aku tidak kecewa pada Allah, atas apa yg aku alami selama ini?"
Hingga dalam keadaan itu, 
teringat salah satu momen nabi Zakaria, yang telah berdoa bertahun-tahun, bahkan dikatakan berdoa selama 60 tahun untuk mendapatkan keturunan dalam rangka regenerasi dakwah, namun dalam doanya beliau masih berkata
 وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
"Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. " (QS. Maryam : 4)

Bayangkan, 60 tahun tidak kunjung doanya dikabulkan, namun tetap berkata "Aku belum pernah kecewa dalam memohon kepada-Mu".
Jatuh sudah pertahananku, 
Terjawablah sudah bagaimana penasaranku, bagaimana memanajemen rasa kecewaku terhadap takdir. 

Sungguh apa yang dialami oleh nabi Zakaria, menjadi percontohan bagi kita yang masih mengais harapan untuk bisa ke syurgaNya, 
agar tak kenal lelah berdoa, 
agar tak mudah kecewa, 
agar terus yakin bahwa Allah mendengarkan rapalan doa doa kita dalam setiap keadaan, 
agar mulai memantapkan diri untuk menerima apapun yang terjadi setelah kita berikhtiar. 

Kutarik kembali nafas dalam dalam, 
Mulai memantapkan langkah, 
Meninggalkan segala kekecewaan dan kesedihan, 
Kamu masih punya Allah, jah! 





Jeda transit menuju cairo, 
Semoga ummi selalu dalam lindungan Allah. 
Aamin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLY 1988

Menemukan cinta

Jatuhnya daun itu