Menemukan cinta

Mungkin dari meninggalnya ummi, merupakan salah satu proses tarbiyyah terbaik dari Allah untuk diri teteh . 
Bagaimana ujian itu Allah berikan memang sejatinya untuk mengupgrade diri kita, untuk menyeleksi kita, untuk mengasah kita agar menjadi hamba nya yg senantiasa berjuang. 

Hampir dua bulan, kegiatan teteh hanya dirumah saja, siapa sangka, jahidah farhati yang dari di pondok sampai kuliah selalu banyak aktifitas di luar rumah, tiba tiba menjadi orang rumahan, lagi lagi inilah tempaan dari Allah, yg mungkin sebagai awalan dan pembiasaan bagi diri teteh utk menghadapi apa yg entah akan terjadi kedepannya. 
Ketiadaan ummi, kehadiran Fathan yg spesial, seringkali menjadi pengandaian, 
"Mungkin kalau fathan gak autis, teteh bisa lebih bebas kesana kesini"
"Andai kalau ummi gak meninggal, pasti teteh bisa kesana kesini, bisa tetap kerja atau ketemu temen temen tanpa khawatir keadaan rumah".
Tak jarang air mata dan sesak di dada muncul, kekecewaan bahkan kebencian hampir terbentuk, namun lagi lagi, maha besar Allah atas segala pengampunannya, dalam titik titik lemah seperti itu, selalu Allah hadirkan pikiran untuk kembali bangun, untuk kembali memohon ampun dan kasih sayangNya. 

Tapi di lain sisi, ketiadaan ummi, membuat teteh belajar banyak hal, belajar memasak tiap hari, mengurus pekerjaan rumah, yang membuat teteh sadar, inilah jaminan syurga bagi para akhawat yg terkadang tidak kita sadari, inilah kemuliaan bagi kita, dari setiap peluh memasak, belanja ke tukang sayur, bahkan bagaimana dari semalam sudah pusing memikirkan esok masak apa, semuanya akan menjadi amal jariyah, yang akan luruh dalam kebahagiaan, berubah menjadi energi untuk abi dan adik adik dalam bekerja dan beramal shalih, berubah menjadi asupan agar tetap kuat untuk belajar, dan insya Allah pahala kita akan tetap mengikuti walau hanya dirumah saja. 
Bagaimana ketika kita membangunkan adik adik untuk shalat subuh, untuk persiapan berangkat sekolah, akan berubah menjadi amal jariyah dari setiap huruf yang akan dia baca. 
Allahuakbar, baru kusadari bahwa menjadi murobbi di rumah adalah anugerah terbesar bagi seorang perempuan. 

Selain belajar mengurus pekerjaan rumah, pelajaran terpenting yang teteh dapatkan adalah bagaimana teteh kembali menemukan definisi cinta, jika dulu teteh mengira cinta adalah dimana dua orang akan terus bersatu selamanya, dimana orang akan merasa bahagia karenanya, dimana orang akan berbunga bunga karenanya, maka ternyata ada definisi cinta yg lebih besar dari itu. 

Ialah, apapun yang kita lakukan sebagai usaha untuk terus lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. Iya, indikatornya bukan soal cinta kepada manusia tapi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana teteh belajar mulai mengikhlaskan kondisi saat ini walau pahit, asalkan kecintaan teteh pada ummi, tidak melebihi cinta pada Allah dan Rasul-Nya, bagaimana mungkin kita merelakan kepergian seseorang, kehadiran seseorang asal ridha Allah tetap berada dalam naungan kita. 

Termasuk ketika opsi "ibu baru" muncul dalam percakapan sehari hari, awalnya teteh sulit menerima ketika abi mulai membuka pembicaraan ini, tapi kemudian ada ucapan abi yg membuat teteh tersadar, bahwa dengan abi menikah lagi akan membuat kita juga bangkit dari keterpurukan, akan membuat kita terus bisa melanjutkan kehidupan, agar bisa memorsir rasa cinta kita kepada ummi, tidak melebihi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Bagaimana para sahabat salafussalih, ketika istri mereka meninggal dunia, maka mereka berusaha mencari istri dan ibu pengganti bagi anak anaknya, agar mereka terus bisa melanjutkan kehidupan mereka, agar mereka tetap bisa fokus beribadah kepada Allah, dan terus menebar amal shalih semaksimal mungkin. 

Hingga teteh tersadar, mungkin selama ini teteh terbalut cinta versi liberalis, cinta yg harus terus bersama selamanya, cinta yg harus didapatkan seutuhnya, namun lihatlah para sahabat, mereka pun berusaha untuk beranjak dari kesedihan dng memulai kehidupan baru, bagaimana juga baginda Rasulullah mencarikan istri pengganti terbaik untuk Utsman bin Affan sepeninggal Ruqayyah, agar Utsman terus bisa melanjutkan kehidupan dan bangkit dari kesedihan, hingga muncul lah pengganti yang tak kalah mulia, yakni Ummu kultsum. 

Inilah spirit keislaman yang mungkin mulai hilang dari pikiran kita, bagaimana bentuk cinta itu sangat banyak, dan bisa dikonversi dalam bentuk apapun selama landasannya sama, agar kita tetap bisa mengolah cinta kita, tidak melebihi cinta kita kepada Allah. 

Maka segala keridhoan, keikhlasan, kepedihan yang kita usahakan hari ini, semoga tercatat sebagai cinta paling mahal di dunia, dan semoga teteh selalu berharap, Allah akan mendatangkan banyak bentuk cinta baik kehadiran orang baru atau berbagai kasih sayang untuk keluarga kami kedepannya. Aamin. 




Maka sempurnakanlah kekurangan kami ya Allah..
2 bulan sepeninggal ummi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLY 1988

Jatuhnya daun itu