TENTANG PERBATASAN


Kala itu, aku sedang asyiknya bercanda ria dengan adik-ku, entah setan atau ada pikiran apa di kepalaku tiba tiba muncul, Aku membekap kepala adik ku dibawah bantal, 
Tiba tiba dia berteriak, "sesek coy"
Saat itu aku masih asik tertawa dan belum menyadari hal yg terjadi, 
Tiba tiba dia berteriak lagi, "gak bisa napas, sakit banget"
Sontak aku langsung melepas bantal yg membekap kepalanya, dan melihat kondisi adikku yg sedang memegang dadanya kesakitan sambil menangis dengan kerasnya, mukanya merah, nafasnya tidak teratur,
kaget bukan main diriku,

Tiba tiba umi menghampiri kami,
"ya rabb, apa apaan ini, abang kenapa?"
"gak bisa napas, sakit dadanya"
dia masih menangis keras memegang dadanya, Setelah beberapa saat dan melakukan beberapa penanganan langsung, adikku langsung dibawa ke kamar. "kamu itu apa apaan teh, itu adik kamu, hampir mati itu", umiku berseru mengingatkan. 

Otak ku masih belum selesai mencerna, apa yang aku lakukan ya rabb, padahal tadi niatku hanya ingin menjahili dia,
"kalau bercanda ada batasnya, ya Allah ide bercanda dari setan itu, adikmu sampe gak bisa nafas, istighfar kamu" 
Tak terasa air mataku sudah mengalir deras , Apa yang aku lakukan, Kenapa jadi seperti ini, Akhirnya aku berusaha menjelaskan ke umi apa penyebabnya,
"yaudahlah teh, nanti kalau adikmu udah reda, coba minta maaf ke dia"

Dengan ragu, aku mengetuk pintu kamarnya,
"qais, buka pintunya dong, ini teteh farhah"
Samar samar masih kudengar suara kesakitan adik ku
"qais, aku minta maaf ya, tadi aku gak maksud begitu,aku khilaf"
Tidak ada respon, 
Tak terasa air mataku sudah mengalir. 

Umi menatapku miris,
melihatku yang sedang termenung di ruang tamu,
Ajaran beliau, selesaikan apa yang kamu sebabkan, 
Rasa bersalah menghantuiku
"bercanda itu ada batasnya teh, lain kali berpikir jauh sebelum bertindak"
Air mataku kembali mengalir lagi.

Selang beberapa jam,
Tiba tiba terbukalah pintu kamar adikku,
Dia mendatangiku, mengulurkan tangan dan berkata, "abang udah maafin teteh"
Dia kembali ke kamarnya, diriku masih terpaku tak percaya.

"tapi teh, ketahuilah sedangkan sabar dan memaafkan itu tidak pernah ada batasnya"
Kata umiku tersenyum lega.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLY 1988

Menemukan cinta

Jatuhnya daun itu